Kamis, 08 Maret 2012

TUHAN


Kalau kita menengok  ke  belakang,  mempelajari  kepercayaan umat  manusia,  maka yang ditemukan adalah hampir semua umat manusia mempercayai adanyaTuhan yang mengatur alam raya ini. Orang-orang Yunani Kuno menganut paham politeisme (keyakinan banyak tuhan): bintang adalah  tuhan  (dewa),  Venus  adalah (tuhan)   Dewa  Kecantikan,  Mars  adalah  Dewa  Peperangan, Minerva adalah  Dewa  Kekayaan,  sedangkan  Tuhan  tertinggi adalah Apollo atau Dewa Matahari. Orang-orang  Hindu  -masa lampau juga mempunyai banyak dewa, yang diyakini sebagai tuhan-tuhan. Keyakinan  itu  tercermin antara  lain  dalam  Hikayat  Mahabarata.  Masyarakat Mesir, tidak terkecuali. Mereka meyakini  adanya  Dewa  Iziz,  Dewi Oziris, dan yang tertinggi adalah Ra'. Masyarakat Persia pun demikian, mereka percaya bahwa ada  Tuhan  Gelap  dan  Tuhan Terang. Begitulah seterusnya. Pengaruh  keyakinan  tersebut  merambah  ke masyarakat Arab, walaupun jika mereka ditanya tentang Penguasa  dan  Pencipta langit  dan bumi mereka menjawab, "Allah." Tetapi dalam saat yang sama mereka menyembah juga berhala-berhala Al-Lata, Al- Uzza,  dan  Manata, tiga berhala terbesar mereka, di samping ratusan berhala lainnya.

Al-Quran  datang  untuk  meluruskan  keyakinan  itu,  dengan membawa ajaran tauhid. Tulisan ini berusaha untuk memaparkan wawasan Al-Quran tentang hal tersebut, meskipun harus diakui bahwa   tulisan   ini   tidak   mungkin   dapat   menjangkau keseluruhannya. Dapat  dibayangkan  betapa  luas  pembahasan tentang  Tuhan  Yang  Maha Esa bila akan dirujuk keseluruhan kata yang menunjuk-Nya. Kata  "Allah"  saja  dalam  Al-Quran terulang  sebanyak  2697  kali. Belum lagi kata-kata semacam Wahid, Ahad, Ar-Rab, Al-Ilah, atau  kalimat  yang  menafikan adanya  sekutu  bagi-Nya  baik dalam perbuatan atau wewenang menetapkan hukum, atau kewajaran beribadah kepada selain-Nya serta   penegasian   lain   yang  semuanya  mengarah  kepada penjelasan tentang tauhid.

FITRAH MANUSIA: KEYAKINAN TENTANG KEESAAN ALLAH

Kalau kita membuka lembaran-lembaran Al-Quran, hampir  tidak ditemukan  ayat yang membicarakan wujud Tuhan. Bahkan Syaikh Abdul  Halim  Mahmud  dalam  bukunya  Al-Islam  wa   Al-'Aql menegaskan  bahwa,  "Jangankan  Al-Quran,  Kitab Taurat, dan Injil dalam bentuknya yang sekarang pun (Perjanjian Lama dan Baru) tidak menguraikan tentang wujud Tuhan." Ini disebabkan karena wujud-Nya sedemikian  jelas,  dan  "terasa"  sehingga tidak perlu dijelaskan. Al-Quran mengisyaratkan bahwa kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap  insan,  dan  bahwa  hal  tersebut  merupakan  fitrah (bawaan)  manusia  sejak asal kejadiannya. Demikian dipahami dari firman-Nya dalam surat Al-Rum (30): 30.

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah  atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah  itu.  Tiada  perubahan  pada  fitrah  Allah. (Itulah)  agama  yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

Dalam ayat lain dikemukakan, bahwa:

"Dan  (ingatlah)  ketika  Tuhanmu   mengeluarkan   keturunan anak-anak  Adam  dari  sulbi  mereka,  dan  Allah  mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), 'Bukankah Aku  ini  Tuhanmu?'  Mereka  menjawab:  'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menyaksikan'" (QS Al-A'raf [7]: 172).

Apabila Anda duduk termenung  seorang  diri,  pikiran  mulai tenang, kesibukan hidup atau haru hati telah dapat teratasi, terdengarlah  suara  nurani,  yang   mengajak   Anda   untuk berdialog,  mendekat  bahkan  menyatu dengan suatu totalitas
wujud Yang Maha mutlak. Suara itu mengantar Anda  untuk  menyadari  betapa  lemahnya manusia dihadapan-Nya. dan betapa kuasa dan perkasa Dia Yang Mahaagung itu. Suara yang Anda dengarkan itu,  adalah  suara fitrah  manusia.  Setiap  orang  memiliki  fitrah  itu,  dan terbawa serta  olehnya  sejak  kelahiran,  walau  seringkali -karena kesibukan dan dosa-dosa- ia terabaikan, dan suaranya begitu lemah sehingga  tidak  terdengar  lagi.  Tetapi  bila diusahakan untuk didengarkan, kemudian benar-benar tertancap di dalam jiwa, maka  akan  hilanglah  segala  ketergantungan kepada  unsur-unsur  lain kecuali kepada Allah semata, tiada tempat bergantung, tiada tempat  menitipkan  harapan,  tiada tempat  mengabdi  kecuali kepada-Nya. La haula wa la quwwata illa billahi-'Aliyyil-'Azhim (Tiada  daya  untuk  memperoleh manfaat,  tiada  pula  kuasa  untuk menolak mudarat, kecuali bersumber dari Allah Yang Mahatinggi  lagi  Mahaagung).  Dan dengan  demikian  tidak  ada lagi rasa takut yang menghantui atau mencengkeram, tiada pula rasa sedih yang akan mencekam.

Sesungguhnya orang-orang  yang  berkata  (berprinsip)  bahwa Tuhan  Pemelihara  kami adalah Allah, serta istiqamah dengan prinsip  itu,  akan  turun  kepada  mereka  malaikat  (untuk menenangkan  mereka  sambil  berkata)  "Jangan takut, jangan bersedih, berbahagialah kalian dengan surga yang dijanjikan" (QS Fushshilat [41]: 30)

"Orang-orang  yang  beriman dan jiwa mereka menjadi tenteram  karena  mengingat  Allah.  Memang  hanya  dengan   mengingat Allahlah jiwa menjadi tenteram" (QS Al-Ra'd [13]: 28).

Memang  boleh  jadi  ada  saat-saat dalam hidup ini –singkat atau panjang-  dimana  manusia  mengalami  keraguan  tentang wujud-Nya,  bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarnya untuk   menolak    kehadiran    Tuhan    dan    menanggalkan kepercayaannya,  tetapi  ketika itu keraguannya akan beralih menjadi kegelisahan, khususnya pada saat-saat ia merenung. Di atas telah penulis katakan bahwa hampir  tidak  ditemukan ayat  yang  membicarakan  tentang  wujud  Tuhan. Ini, karena harus diakui bahwa ada beberapa  ayat  Al-Quran  yang  dapat dipahami sebagai berbicara tentang wujud Tuhan, dan ada pula beberapa ayat yang mengisyaratkan adanya segelintir  manusia yang ateis. Misalnya,

"Dan  mereka  berkata,  'Kehidupan  ini  tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada  yang  membinasakan  kita selain masa.'" (QS Al-Jatsiyah [45]: 24)

Namun seperti bunyi lanjutan ayat di atas,  
"Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, dan mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."

Bahkan boleh jadi kita dapat berkata bahwa mereka yang tidak mempercayai wujud Tuhan adalah  orang-orang  yang  kehabisan akal   dan   keras  kepala  ketika  berhadapan  dengan  satu kenyataan yang tidak sesuai dengan "nafsu kotornya" itu. Yang demikian dapat  dipahami  dari  ayat  yang  menguraikan diskusi  yang  terjadi antara Nabi Ibrahim a.s. dan penguasa masanya (Namrud) (QS  Al-Baqarah  [2]:  258),  atau  Fir'aun ketika  berhadapan  dengan  Musa  a.s. yang bertanya, "Siapa Tuhan semesta alam itu?" (QS Al-Syu'ara, 126]: 23).

Salah satu bukti bahwa pernyataan ini lahir dari sikap keras kepala  adalah  pengakuan Fir'aun sendiri ketika ruhnya akan meninggalkan   jasadnya.   Dalam   konteks   ini   Al-Quran, menjelaskan  sikap  Fir'aun  yang  ketika itu kembali kepada fitrah, namun sayang dia telah terlambat. "... hingga saat Fir'aun telah hampir tenggelam,  berkatalah dia.  'Saya  percaya  bahwa  tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang  dipercayai  oleh  Bani  Israil,  dan   saya   termasuk orang-orang  yang  berserah  diri  (kepada  Allah).'  Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal sesungguhnya kamu telah durhaka  sejak  dahulu  dan  kamu  termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?" (QS Yunus [10]: 90-91).

Ayat  ini  sekaligus  membuktikan  bahwa   kehadiran   Tuhan merupakan  fitrah manusia yang merupakan kebutuhan hidupnya. Kalaupun  ada  yang   mengingkari   wujud   tersebut,   maka pengingkaran  tersebut  bersifat sementara. Dalam arti bahwa pada akhirnya -sebelum jiwanya berpisah dengan jasadnya-  ia akan     mengakui-Nya.     Memang,     kebutuhan     manusia bertingkat-tingkat, ada yang harus dipenuhi  segera  seperti kebutuhan  udara, ada yang dapat ditangguhkan untuk beberapa saat, seperti kebutuhan minum. Kebutuhan untuk makan,  dapat ditangguhkan  lebih  lama daripada kebutuhan minuman, tetapi kebutuhan pemenuhan seksual  bisa  lebih  lama  ditangguhkan daripada   kebutuhan   pada   makan   dan   minum;  demikian seterusnya. Kebutuhan yang paling  lama  dapat  ditangguhkan adalah  kebutuhan  tentang keyakinan akan adanya Allah Swt., Tuhan Yang Maha Esa.


Sumber : http://media.isnet.org/

Tidak ada komentar:

Web Hosting

Awan Kintown